- ALTI Kaltara Fokus Cetak Atlet Trail Berbakat untuk Harumkan Nama Daerah
- Ribuan Pelari dan 32 Guru Besar Meriahkan wondr ITB Ultra Marathon 2025
- Produksi Jagung Kaltara Kuartal III 2025 Capai 83,55 Ton, Polda Dukung Ketahanan Pangan Nasional
- GEMA Tarakan Bersatu Kecewa atas Jawaban Pertamina EP Tarakan Field Terkait Transparansi CSR
- IHSG Sepekan Naik 0,60 Persen, Kapitalisasi Pasar BEI Sentuh Rp14.888 Triliun
- Ekonomi Kreatif: Peluang Emas Generasi Muda Indonesia untuk Masa Depan
- Kaltara Susun Roadmap 20 Tahun, Bappeda Fokuskan Ekonomi Hijau dan Inklusif
- Usai Periksa Filianingsih, KPK Buka Peluang Panggil Pimpinan BI Lainnya Terkait Korupsi Dana CSR
- ASN Tarakan Diingatkan, Jabatan Bisa Hilang Jika Langgar Aturan
- DPRD Nunukan Desak PLBN Sebatik Segera Difungsikan, Warga Keluhkan Mobilitas Terhambat
Perketat Imigrasi, Trump Terapkan Biaya Selangit untuk Pemohon Visa H-1B
Perketat kebijakan Imigrasi berdampak pada usaha Teknologi

Keterangan Gambar : Donald Trump melakukan penandatanganan perketat kebijakan imigrasi Gedung Putih
WASHINGTON – Pemerintahan Presiden Donald Trump kembali memperketat kebijakan imigrasi. Kali ini, aturan baru menyasar program visa H-1B yang banyak digunakan perusahaan teknologi untuk merekrut pekerja terampil dari luar negeri.
Pada Jumat (19/9/2025), Gedung Putih mengumumkan rencana mewajibkan perusahaan membayar hingga US$100.000 per tahun untuk setiap pemegang visa H-1B. Langkah ini dinilai sebagai pukulan telak bagi industri teknologi Amerika Serikat, yang selama ini sangat bergantung pada tenaga kerja asing berkeahlian tinggi.
Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Trump telah menggulirkan berbagai kebijakan keras terkait imigrasi, termasuk mempersempit jalur imigrasi legal. Ancaman teranyar ini segera memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri teknologi, yang ironisnya menjadi salah satu penyokong besar kampanye Trump.
Baca Lainnya :
- Tarakan Terapkan QRIS untuk Tekan Kebocoran Retribusi Parkir0
- Kerja Sama Penjaminan Proyek, Tana Tidung Siap Percepat Pembangunan0
- Jelang Hari Jadi Kaltara, Satpol PP Tegaskan Kesiapan Amankan Karnaval dan Hiburan HUT Kaltara0
- TKD Naik Jadi Rp 692 Triliun, Menkeu Purbaya Tegaskan Belanja Daerah Tak Boleh Mandek0
- Fasilitas Belum Lengkap, Peresmian Sekolah Rakyat Tarakan Mundur0
Kebijakan kontroversial ini memunculkan perdebatan panas. Para kritikus dan sebagian pekerja teknologi menilai visa H-1B kerap dipakai perusahaan untuk menekan upah pekerja lokal.
Namun di sisi lain, sejumlah pendukung menegaskan program tersebut justru membawa manfaat besar. Elon Musk, CEO Tesla yang juga pernah memegang visa H-1B sebelum menjadi warga negara AS, menilai program itu mendatangkan talenta global yang sulit ditemukan di dalam negeri.
“Tanpa program ini, banyak inovasi penting di Amerika tidak akan lahir,” ujar Musk dalam sebuah kesempatan.
Jika kebijakan ini diterapkan, para analis memperkirakan perusahaan raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, Meta, hingga Tesla akan menghadapi beban biaya yang sangat besar. Hal ini berpotensi menurunkan minat perusahaan dalam merekrut pekerja asing, sekaligus memperlambat aliran talenta internasional ke pusat inovasi teknologi dunia, Silicon Valley.