- Semarak KKB 2025 di Tarakan, BI Targetkan Transaksi Rp 2,5 Miliar dan Hiburan RAN
- Rocky Gerung Tantang Aktivis Muda Kaltara Dorong Isu Lingkungan ke Panggung Dunia
- Harga Emas di Pegadaian Turun Lagi, Rabu 29 Oktober 2025
- Komitmen Investasi untuk IKN Capai Rp 225 Triliun, Bukti Kepercayaan Investor Terus Menguat
- Ekonomi Kalimantan Utara Tumbuh 4,54 Persen di Triwulan II-2025
- Harga Batu Bara Meroket, China dan Korea Selatan Jadi Penentu Arah Pasar Globa
- Bupati Nunukan Salurkan Sekolah Gratis untuk Siswa SD dan SMP
- Kaltara Komitmen Wujudkan Pelayanan Perizinan yang Efisien dan Transparan
- Purbaya Tegaskan Indonesia Harus Lepas dari Ketergantungan Asing dalam Sistem Coretax
- Polres Tarakan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung Pipil
Saatnya Perempuan Bicara : Bagaimana Indonesia Hari Esok?
Saatnya Perempuan Bicara

Keterangan Gambar : 17 + 8 Tuntutan Rakyat : Transparansi, Reformasi, Empati
Tarakan - Tragedi yang terjadi pada 28–31 Agustus 2025 meninggalkan luka mendalam di hati masyarakat Indonesia. Gelombang demonstrasi melanda berbagai provinsi, diwarnai aksi pembakaran hingga penjarahan. Peristiwa ini tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan akumulasi dari berbagai persoalan: ketidakpastian ekonomi, kelangkaan beras, kenaikan pajak, korupsi yang kian merajalela, hingga regulasi yang justru mempersulit dunia usaha dan menghambat investasi.
Anita Riawati, S.E (Sekretaris DPP Apindo Kaltara & Anggota Enam Sekawan)
Baca Lainnya :
- Bulungan Matangkan Strategi Hilirisasi Bersama BKPM0
- Patroli Gabungan Polres–TNI Jaga Kondusifitas Perbatasan Nunukan0
- Dorong Gizi Seimbang, Dinas Perikanan Nunukan Ajak Warga Perbanyak Konsumsi Ikan0
- Pemkab Bulungan Perketat Pengawasan, 14 Kapal Trawl Terbukti Langgar Aturan0
- Pemprov Kaltara Perkuat Sinergi TKPKD untuk Atasi Kemiskinan0
Momen yang seharusnya menjadi perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia justru ternoda oleh amarah rakyat. Sejak Jakarta hingga pelosok daerah, tuntutan mahasiswa dan masyarakat—yang dikenal dengan 17+8 tuntutan—terus digaungkan. Sayangnya, hingga kini belum ada jawaban tegas dari para penguasa maupun politisi. Mereka yang seharusnya menjadi wakil rakyat di parlemen justru dianggap hanya menjadikan nama rakyat sebagai tameng, sementara bangsa ini semakin merosot.Kondisi kelas menengah yang perlahan jatuh menjadi calon kaum miskin menjadi tanda bahaya serius. Jika lapisan menengah saja terpuruk, bagaimana nasib mereka yang sejak awal hidup dalam garis kemiskinan? Angka pengangguran kian bertambah setiap tahun, harga kebutuhan pokok melambung, sementara tuntutan buruh untuk menaikkan upah semakin mendesak. Pertanyaan besar pun muncul: di mana peran negara, pemerintah, dan para penguasa?
Tanpa kita sadari, ekonomi bangsa ini sedang sakit. Pemerintah harus hadir, turun langsung ke lapangan, dan memastikan krisis tidak semakin dalam. Kita tentu tidak ingin mengulang tragedi 1998, saat bangsa ini terpaksa berhutang kepada IMF demi bertahan dari krisis. Kini, nilai tukar rupiah kembali melemah, menembus Rp16.462 per dolar AS. Apakah kita harus menunggu hingga rupiah jatuh ke angka Rp20.000 baru sadar betapa gentingnya keadaan?
Solusi yang perlu segera dilakukan adalah menekan harga kebutuhan pokok agar tetap stabil. Dengan begitu, daya beli masyarakat terjaga, tuntutan buruh dapat diredam, dan nilai rupiah bisa kembali menguat. Bayangkan jika rupiah bisa menguat ke posisi Rp10.000 per dolar AS—hidup rakyat akan jauh lebih makmur.
Kekayaan sumber daya alam Indonesia tidak ada artinya jika hanya segelintir pihak yang menikmatinya. Saat ini, uang Rp100.000 pun terasa hampir tak bernilai di pasar karena harga barang melambung tinggi. Maka, pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan pekerja harus bersinergi membangun kembali kekuatan bangsa.
Pertanyaannya kini sederhana: apakah Indonesia pada 2045 akan menjadi Indonesia Emas atau justru Indonesia Cemas?











