- Harga Emas di Pegadaian Turun Lagi, Rabu 29 Oktober 2025
- Komitmen Investasi untuk IKN Capai Rp 225 Triliun, Bukti Kepercayaan Investor Terus Menguat
- Ekonomi Kalimantan Utara Tumbuh 4,54 Persen di Triwulan II-2025
- Harga Batu Bara Meroket, China dan Korea Selatan Jadi Penentu Arah Pasar Globa
- Bupati Nunukan Salurkan Sekolah Gratis untuk Siswa SD dan SMP
- Kaltara Komitmen Wujudkan Pelayanan Perizinan yang Efisien dan Transparan
- Purbaya Tegaskan Indonesia Harus Lepas dari Ketergantungan Asing dalam Sistem Coretax
- Polres Tarakan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung Pipil
- Ilmuwan BRIN Jelaskan Isu Air Aqua dari Sumur Bor dan Risiko Longsor, Ini Faktanya
- Menkop Ferry Dorong Koperasi Masjid Jadi Tiang Ekonomi Umat
Asas Keadilan Jadi Fondasi Utama Perlindungan Konsumen di Indonesia
Perlindungan Konsumen dan Asas Keadilan

JAKARTA – Perlindungan terhadap konsumen menjadi isu penting yang kini kembali disorot, terutama dalam konteks penerapan asas keadilan. Para praktisi hukum menilai, penyelesaian sengketa konsumen seharusnya ditangani langsung oleh pengadilan tingkat pertama agar rasa keadilan benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Meski Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dibentuk sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa, penerapan asas keadilan di lembaga tersebut dinilai masih belum maksimal. Banyak perkara yang diputus di BPSK justru berakhir di pengadilan, menandakan perlunya evaluasi terhadap mekanisme dan kapasitas kelembagaan.
Dalam konteks hukum nasional, asas keadilan memiliki makna partisipasi aktif seluruh pihak — baik konsumen maupun pelaku usaha — dalam memperoleh hak dan menjalankan kewajiban secara adil. Prinsip ini menjadi roh dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Baca Lainnya :
- Pemerintah Kucurkan Rp30 Triliun untuk BLT dan Program Magang Lulusan Baru0
- Promo PLN Oktober 2025: Diskon Tambah Daya Listrik 50 Persen, Berlaku Hingga 30 Oktober!0
- Menkeu Purbaya Tegas: Jangan Semua Gratis, Kalau Pajak Nol, Negara Bisa Bubarlah0
- Pemkab Tana Tidung Perkuat Mutu Layanan Publik Lewat Penerapan SPM 2026–20300
- Serikat Buruh Kaltara Usulkan Kenaikan UMP 2026 Sebesar 8,5% hingga 10,5%0
UUPK menjadi dasar hukum penting yang menyeimbangkan kepentingan antara masyarakat dan pelaku usaha. Di dalamnya tercantum lima asas perlindungan konsumen, yaitu asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Namun hingga kini, pemahaman masyarakat terhadap isi dan fungsi undang-undang tersebut masih tergolong minim. Sosialisasi dan edukasi publik menjadi langkah penting agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam transaksi perdagangan.
Kelemahan Sistem dan Tantangan di Lapangan
Di tingkat lapangan, BPSK dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) menghadapi beragam kendala. Mulai dari keterbatasan anggaran, kurangnya tenaga profesional, hingga lemahnya kapasitas hukum dalam mendampingi konsumen.
Banyak LPKSM yang masih berfungsi secara formalitas dan belum mampu memberikan advokasi yang memadai. Padahal, lembaga ini memiliki potensi besar dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat. Ke depan, kedudukan hukum LPKSM perlu diperjelas, baik sebagai kuasa hukum maupun penggugat dengan legal standing yang kuat.
Selain itu, masih terjadi tumpang tindih antara putusan BPSK dan regulasi sektoral lainnya. Kondisi ini sering menimbulkan kebingungan dan memperpanjang proses penyelesaian sengketa. Karena itu, harmonisasi regulasi antara UUPK dengan aturan sektoral menjadi hal yang mendesak dilakukan.
Perlindungan Konsumen di Era Digital
Di tingkat global, hak-hak konsumen memang belum sepenuhnya diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia. Meski demikian, pedoman internasional seperti UN Guidelines for Consumer Protection (yang diperbarui pada 2015) memberikan arah penting, terutama terkait perlindungan konsumen rentan, privasi data, serta transaksi elektronik.
Indonesia diharapkan mampu mengadopsi prinsip-prinsip tersebut dalam regulasi nasional agar lebih relevan dengan tantangan era digital. Dengan penguatan kelembagaan seperti BPKN dan BPSK, serta penerapan teknologi hukum (legal tech), sistem perlindungan konsumen di Indonesia bisa lebih efisien dan adil.
Menuju Ekosistem Perdagangan yang Berkeadilan
Penegakan UUPK tidak hanya bertujuan menindak pelaku usaha yang merugikan konsumen, tetapi juga menciptakan ekosistem perdagangan yang sehat dan berkeadaban. Keseimbangan antara hak dan kewajiban menjadi kunci utama.
Kasus-kasus seperti keracunan makanan atau produk cacat seharusnya tidak hanya dipandang sebagai pelanggaran pidana, tetapi juga sebagai pelanggaran hak konsumen yang membutuhkan penyelesaian komprehensif.
Dengan revisi UUPK yang sedang direncanakan, diharapkan perlindungan konsumen di Indonesia dapat lebih adaptif terhadap perubahan zaman — menciptakan sistem hukum yang modern, adil, dan berpihak pada masyarakat.











