Ilmuwan BRIN Jelaskan Isu Air Aqua dari Sumur Bor dan Risiko Longsor, Ini Faktanya
Peneliti BRIN menegaskan bahwa pengambilan air tanah oleh industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia dilakukan dengan regulasi ketat dan mekanisme pemantauan ilmiah untuk mencegah amblesan dan longsor.

By Super ADMIN 26 Okt 2025, 15:09:54 WITA Metropolitan
Ilmuwan BRIN Jelaskan Isu Air Aqua dari Sumur Bor dan Risiko Longsor, Ini Faktanya

Keterangan Gambar : Foto: Getty Images/iStockphoto/Hyrma


JAKARTA —

Viralnya unggahan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyoroti sumber air produksi Aqua memicu perdebatan publik. Ia menyinggung kemungkinan sumber air diambil dari sumur bor alih-alih mata air pegunungan, yang dinilai bisa menyebabkan pergeseran tanah hingga longsor.

Menanggapi isu tersebut, peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rachmat Fajar Lubis, menegaskan bahwa proses pengambilan air tanah industri tidak dilakukan sembarangan dan telah diatur ketat oleh pemerintah.

“Kalau itu dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sudah ada aturannya. Semua produksi AMDK harus memiliki benchmark pergerakan tanah,” ujar Fajar saat dihubungi Minggu (26/10/2025).

Baca Lainnya :


Ada Aturan Ketat dan Pemantauan Rutin

Menurut Fajar, setiap perusahaan air minum wajib melakukan pemantauan posisi tanah setiap tahun untuk memastikan tidak ada penurunan atau pergeseran signifikan yang bisa memicu amblesan.

“Mereka punya datanya kok. Diukur posisi tanah tahun ini dan tahun depan, sehingga potensi dampak bisa diantisipasi lebih awal,” jelasnya.

Selain itu, izin pengambilan air tanah yang diberikan pemerintah tidak berdasarkan kapasitas maksimum, melainkan debit aman — yaitu volume air yang masih dapat diambil tanpa merusak struktur tanah.

“Perusahaan diberikan izin berdasarkan debit aman, bukan debit maksimum. Kalau mengambil lebih dari batas itu, baru bisa timbul dampak seperti pergerakan tanah,” tambah Fajar.


Sumur Pantau Jadi Alat Kendali Utama

Dalam praktiknya, setiap perusahaan AMDK juga diwajibkan memiliki sumur pantau di beberapa titik area operasi. Fungsi sumur ini bukan untuk mengambil air, melainkan memantau kondisi alami air tanah.

“Setiap tahun, lebih dari lima titik sumur pantau harus dibuat oleh perusahaan. Kalau dari data terlihat muka air tanah menurun terus, artinya ada pengambilan berlebih,” jelas Fajar.

Sayangnya, kata dia, masih banyak masyarakat yang salah paham terhadap fungsi sumur pantau tersebut.

“Banyak yang heran, ‘masa bikin sumur tapi nggak diambil airnya?’ Padahal justru itu tujuannya — untuk memantau kondisi air tanah tanpa gangguan,” imbuhnya.


Transparansi dan Edukasi Publik Jadi Kunci

Fajar menilai, kritik publik terhadap industri AMDK seharusnya diarahkan pada transparansi data dan edukasi publik, bukan sekadar spekulasi.

“Yang penting itu keterbukaan data dan pemahaman masyarakat. Kalau semua pihak tahu cara kerja pemantauan air tanah, masyarakat bisa ikut mengawasi secara cerdas,” tegasnya.

Ia menegaskan, selama perusahaan mematuhi izin, menjalankan pemantauan tanah secara rutin, dan melaporkan hasilnya kepada pemerintah, maka risiko longsor maupun kerusakan struktur tanah dapat dikendalikan.

“Perusahaan-perusahaan itu beroperasi dengan izin resmi. Selama izin dipatuhi dan sumur pantau aktif dilakukan, risiko longsor bisa dikendalikan,” tutupnya.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Loading....


Kanan - Program Pemagangan

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.