- Semarak KKB 2025 di Tarakan, BI Targetkan Transaksi Rp 2,5 Miliar dan Hiburan RAN
- Rocky Gerung Tantang Aktivis Muda Kaltara Dorong Isu Lingkungan ke Panggung Dunia
- Harga Emas di Pegadaian Turun Lagi, Rabu 29 Oktober 2025
- Komitmen Investasi untuk IKN Capai Rp 225 Triliun, Bukti Kepercayaan Investor Terus Menguat
- Ekonomi Kalimantan Utara Tumbuh 4,54 Persen di Triwulan II-2025
- Harga Batu Bara Meroket, China dan Korea Selatan Jadi Penentu Arah Pasar Globa
- Bupati Nunukan Salurkan Sekolah Gratis untuk Siswa SD dan SMP
- Kaltara Komitmen Wujudkan Pelayanan Perizinan yang Efisien dan Transparan
- Purbaya Tegaskan Indonesia Harus Lepas dari Ketergantungan Asing dalam Sistem Coretax
- Polres Tarakan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung Pipil
Merger Multifinance Kian Marak, Efisiensi Jadi Jawaban Lesunya Daya Beli
Fenomena Rohana dan Rojali

Keterangan Gambar : Mall makin ramai, tapi belanja makin sepi. Jangan-jangan kamu termasuk Rojali atau Rohana? Yuk, kenali fenomena viral ini yang lagi bikin heboh dunia maya dan pusat perbelanjaan! (Foto/Facebook/Sean Alfarez)
JAKARTA – Industri pembiayaan (multifinance) sedang menghadapi tantangan berat akibat melemahnya daya beli masyarakat. Fenomena populer “Rohana” (Rombongan Hanya Nanya) dan “Rojali” (Rombongan Jarang Beli) menjadi gambaran nyata bagaimana konsumen kini lebih banyak melakukan survei tanpa realisasi pembelian, atau bahkan menunda konsumsi karena tekanan ekonomi.
Dampaknya, pertumbuhan pembiayaan melambat signifikan. Kondisi ini mendorong sejumlah perusahaan multifinance untuk mencari strategi bertahan, salah satunya dengan melakukan konsolidasi melalui merger.
Merger Jadi Strategi Rasional
Sepanjang 2025, tren merger di sektor multifinance semakin menguat. Langkah ini dinilai sebagai strategi efisiensi yang mampu memperkuat struktur permodalan, memperluas jaringan usaha, sekaligus menekan beban operasional yang kian tinggi.
Dengan bergabung, perusahaan dapat berbagi sumber daya, memperkuat daya saing, serta menghadapi penurunan margin keuntungan yang terjadi akibat rendahnya minat pembiayaan.
Baca Lainnya :
- 5 Menteri Diganti Presiden Prabowo, dari Sri Mulyani hingga Budi Gunawan0
- Bulungan Perketat Investasi Sektor Perumahan Demi Kepatuhan LKPM0
- Investasi Terbuka, Bulungan Siap Bangun Kerja Sama dengan Investor0
- Kolaborasi Jadi Kunci Akselerasi Pembangunan Daerah, Tana Tidung Ambil Peran0
- PDAM Tarakan Bangun Jalur Tol Air ke Pesisir Beringin dengan Pipa HDPE0
Adaptasi Model Bisnis
Fenomena “Rohana-Rojali” bukan sekadar istilah populer, melainkan sinyal kuat perubahan perilaku konsumen. Masyarakat kini lebih berhati-hati dalam mengambil kredit maupun melakukan pembelian besar. Karena itu, pelaku multifinance dituntut untuk beradaptasi, termasuk mengkaji ulang model bisnis, memperkuat digitalisasi layanan, dan menjalin sinergi lintas perusahaan.
Harapan ke Depan
Meski tantangan masih membayangi, para pelaku industri tetap optimistis. Konsolidasi melalui merger diharapkan mampu membuka peluang baru, baik dari sisi efisiensi maupun penetrasi pasar.
Di sisi lain, dukungan regulator juga dinilai penting agar tercipta iklim usaha yang sehat. Kebijakan yang mendorong transformasi digital dan menjaga stabilitas pasar akan menjadi kunci agar industri pembiayaan tetap relevan menghadapi perubahan perilaku konsumen.











