- Harga Emas di Pegadaian Turun Lagi, Rabu 29 Oktober 2025
- Komitmen Investasi untuk IKN Capai Rp 225 Triliun, Bukti Kepercayaan Investor Terus Menguat
- Ekonomi Kalimantan Utara Tumbuh 4,54 Persen di Triwulan II-2025
- Harga Batu Bara Meroket, China dan Korea Selatan Jadi Penentu Arah Pasar Globa
- Bupati Nunukan Salurkan Sekolah Gratis untuk Siswa SD dan SMP
- Kaltara Komitmen Wujudkan Pelayanan Perizinan yang Efisien dan Transparan
- Purbaya Tegaskan Indonesia Harus Lepas dari Ketergantungan Asing dalam Sistem Coretax
- Polres Tarakan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung Pipil
- Ilmuwan BRIN Jelaskan Isu Air Aqua dari Sumur Bor dan Risiko Longsor, Ini Faktanya
- Menkop Ferry Dorong Koperasi Masjid Jadi Tiang Ekonomi Umat
Dugaan Pencemaran PT PRI: Warga Tarakan Desak Pemerintah Ambil Sikap
Masyarakat berharap pemerintah turun tangan agar aktivitas industri tidak terus merugikan warga

Keterangan Gambar : PT Phoenix Resources International atau biasa disingkat PRI
TARAKAN – Aktivitas operasional PT Phoenix Resources International (PRI) menuai keluhan serius dari warga sekitar. Asap pekat yang keluar dari cerobong pabrik dinilai telah mengganggu kualitas lingkungan dan memengaruhi kehidupan masyarakat.
Yapdin, juru bicara warga sekaligus pemilik lahan di sekitar pabrik, menyebutkan bahwa warga dalam radius 50 meter dari lokasi pabrik sudah merasakan dampak nyata.
“Udara terasa berbeda sejak asap itu muncul. Kami berharap Pemkot Tarakan bisa segera turun tangan melakukan penindakan atau evaluasi agar pencemaran tidak semakin meluas,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Baca Lainnya :
- Kasus Dugaan Penipuan Mandek, Penasehat Hukum Warga Krayan Kritik Kinerja Polres Nunukan0
- Polisi Nunukan Klarifikasi Isu Oknum Kasus Narkoba Bebas Berkeliaran0
- Mahasiswa UBT Suarakan Tuntutan 17+8, Desak Transparansi DPRD dan Reformasi Polri0
- Saatnya Perempuan Bicara : Bagaimana Indonesia Hari Esok?0
- Patroli Gabungan Polres–TNI Jaga Kondusifitas Perbatasan Nunukan0
Salah satu keluhan paling sering disampaikan warga adalah berubahnya kualitas air hujan. Menurut Yapdin, sebelumnya air hujan yang ditampung bisa langsung dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Kini, air hujan dianggap kotor dan berbau.
“Contohnya saudara Riki, biasanya menampung air hujan untuk mandi atau mencuci. Sekarang tidak bisa lagi, air harus dibiarkan beberapa saat karena ada kotoran dan bau menyengat,” jelasnya.
Selain air, dampak lain yang dirasakan adalah matinya tanaman produktif warga. Pohon yang semula menjadi sumber penghasilan kini tak lagi berbuah. Bahkan sebagian tanaman kebun perlahan mati setelah aktivitas pabrik berlangsung.
“Selama beberapa tahun terakhir, banyak tanaman kami tidak bisa tumbuh. Bahkan beberapa mati karena terkena genangan yang tercemar limbah pabrik,” tambahnya.
Warga juga menduga pencemaran tidak hanya melalui udara, tetapi juga air. Genangan di kebun sering menimbulkan rasa gatal jika mengenai kulit. “Kalau tidak pakai alas kaki, kaki terasa seperti terkena kutu air. Tanaman di sekitar pun ikut mati,” kata Yapdin.
Untuk mencari jalan keluar, warga telah menggelar forum diskusi yang melibatkan masyarakat, pemangku adat, hingga pihak kehutanan. Pertemuan itu membahas data, tuntutan warga, serta langkah komunikasi dengan pihak PRI setelah hasil uji laboratorium lingkungan keluar.
“Kami masih menunggu hasil laboratorium. Setelah itu, warga akan menyampaikan langsung ke pihak PRI. Harapan kami, forum diskusi ini bisa menghasilkan solusi konkret,” tegas Yapdin.
Warga juga mempertanyakan keberadaan industri besar di Tarakan yang dianggap rawan menimbulkan risiko pencemaran. Menurut informasi yang diterima, karyawan PT PRI bahkan tidak disarankan tinggal dekat pabrik karena faktor keamanan lingkungan.
“Kalau di daerah lain, pabrik serupa bisa mencemari udara hingga radius empat kilometer. Air tanah pun harus steril setidaknya 1,5 kilometer. Tarakan ini wilayah kecil, sehingga dampaknya pasti lebih terasa,” pungkas Yapdin.
(*)
Penulis : Budiman











